Setengah jam sudah berlalu sang juru kemudi sudah berada di posisi nya dan dengan diiringi suara parau seniman jalanan bus bergerak perlahan meninggalkan setasiun bayangan kota samarinda. Sejenak aku melirik kekanan kulihat wajah anakku mulai menguap, jajanan telur burung puyuh yang dia pegang hampir terlepas dari tangan dan tak lama kemudian pengaruh obat mual yang diminum tadi membuat nya tertidur.
Aku menengok kebelakang masih kulihat istriku sibuk dengan sibungsu yang juga tidak mau tenang maklum ini perjalan pertama nya keluarkota. Tepat disebelah markas komando militer dekat tikungan jalan bus berhenti "ah...apa lagi" gumamku dalam hati, rupanya bus kembali mangkal diterminal bayangan kedua, tiga orang penumpang menempati kursi yang masih kosong sekitar lima belas menit bus kembali merayap jalan, kendaraan tua ini dipaksa melaju dengan penumpang yang sudah penuh. Karena bertepatan dengan libur imlek mungkin menjadi penyebab penumpang bus lumayan penuh. Aku menengok kejendela kuamati setiap lalu lalang kendaraa yang mendahului dari sisi kanan , termenung aku mengingat sepuluh tahun lalu pemandangan rasa nya mulai banyak berubah pohon pohon tak serimbun dulu lagi karena sepertinya bayak sekali bangunan-bangunan yang berdiri dari lahan yang menjadi tempat hunian dan budi daya sarang burung walet bukit-bukit pun banyak yang tergerus oleh alat berat tambang batu bara. Tiba tiba aku dikejutkan olah suara berisik jeritan memekik telinga dan bersamaman dengan itu bus berhenti. kondektur bergumam dengan bahasa khas daerah timur " jiancok pedot pedot" sambil melompat keluar dan memeriksa kondisi kendaraan,dibuka nya cap mesin yang kebetulan tepat berada di depan kursi aku duduk, memang sial bin apes panas nya mesin menguap menambah suhu ruangan dalam bus dan semakin pengap dan satu persatu penumpang mulai turun sambil menggerutu, Tanpa basa basi aku pun turun perasaan kecewa.
Add caption |